Tanda (sign) adalah sesuatu yang bersifat fisik, bisa
dipersepsi indra kita; tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu
sendiri; dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa
disebut “tanda”. Sementara itu makna adalah adalah hasil dari penandaan.
Makna bukanlah konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam
kemasan pesan. Pemaknaan merupakan proses aktif. Para ahli semiotika
menggunakan kata kerja seperti menciptakan, membangkitkan, atau menegosiasikan untuk mengacu pada proses pemaknaan. Makna merupakan hasil interaksi dinamis antara tanda, interpretant dan objek; makna secara historis ditempatkan dan mungkin akan berubah seiring dengan perjalanan waktu.
Charles sanders Pierce membagi tanda menjadi tiga tipe, yaitu :
- Icon, menunjukkan tanda yang memiliki kemiripan dengan objek, icon biasanya sangat jelasa dalam tanda-tanda visual. Foto diri kita adalah sebuah icon, demikian
pula foto hewan atau benda-benda lainnya. Tanda visual umum yang biasa
ditempel dipintu kamar kecil yang menggambakan pria dan wanita adalah
sebuah icon
- Indeks, merupakan tanda yang memiliki hubungan eksistensial
dengan objek yang ditandai, dan hubungan tersebut biasanya bersifat
langsung. Asap adalah indeks dari api, bersin merupakan indeks dari flu, awan hitam merupakan indeks dari hujan.
- Symbol, adalah tanda hubungan dengan objeknya hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan dan aturan; simbol biasanya bersifat arbitrary
karena penandaannya bersifat “manasuka” dalam artian, tidak ada
hubungan antara tanda dengan objek yang ditandai. Kata-kata dalam bahasa
umumnya adalah sebuah simbol, warna merah-putih dalam bendera
kenegaraan kita juga adalah simbol.
Makna dan tanda adalah hal yang sangat esensial dalam studi
komunikasi. Sesungguhnya komunikasi – dalam perspektif semiotik –
adalah sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Secara sederhana hubungan antara komunikasi, makna dan tanda dapat dilustrasikan sebagai berikut :
Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, saya harus membuat pesan dalam bentuk tanda (sign).
Pesan-pesan itu, kemudian, mendorong kita untuk menciptakan makna untuk
diri kita sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang
kita buat untuk dalam pesan. Makin banyak kita berbagi “kode” yang sama,
makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekat
“makna” kita berdua atas pesan yang datang pada masing-masing kita
(lihat Fiske, …)
Ketika kita bicara mengenai komunikasi dan hubungannya dengan tanda
dan makna, maka kita bicara mengenai “mazhab semiotika” yang berbeda
dengan “mazhab proses” yang sebelumnya banyak kita bicarakan.
Sebagaimana dikatakan oleh John Fiske (……) bahwa terdapat dua mazhab
utama dalam studi komunikasi: pertama disebut sebagai “mazhab
proses” yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Pendekatan ini,
menurut Fiske, sangat tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima
mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan
dengan pada bagaimana transmitter menggunakan media komunikasi. Mazhab
proses tertarik dengan hal-hal seperti efisiensi dan akurasi, dan
melihat komunikasi sebagai suatu proses yang dengannya seorang pribadi
mempengaruhi perilaku atau state of mind pribadi yang lain. Jika
efek tersebut berbeda dari atau lebih kecil daripada yang diharapkan,
mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi, dan melihat
ke tahap-tahap dalam proses tersebut guna mengetahui di mana kegagalan
tersebut terjadi. Mazhab ini cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial
terutama psikologi dan sosiologi dan cenderung memusatkan dirinya pada
tindakan komunikasi
Sementara itu yang kedua adalah apa yang disebut oleh Fiske sebagai
“mazhab semiotik” yang melihat komunikasi sebagai produksi dan
pertukaran makna. Pendekatan ini berkaitan dengan bagaimana pesan atau
teks berinteraksi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna;
yakni, yang berkenaan dengan bagaimana peran teks dalam kebudayaan kita.
Mazhab semiotik banyak menggunakan istilah-istilah seperti pertandaan (signification), dan
tidak memandang kesalahpahaman sebagai bukti yang penting dari
kegagalan komunikasi – hal ini mungkin akibat dari perbedaan budaya
antara pengirim dan penerima. Mazhab semiotika cenderung mempergunakan
linguistik dan dan subjek seni, dan cenderung memusatkan dirinya pada
karya komunikasi. Bagi mazhab ini, studi komunikasi adalah studi tentang
teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah semiotika (ilmu
tentang tanda dan makna)
Dengan demikian, yang akan kita bicarakan dalam bab ini adalah mazhab
yang kedua, untuk itu titik tekannya lebih banyak difokuskan pada
persoalan semiotika dan pemaknaan dalam studi komunikasi.
Semiologi merupakan ilmu tentang tanda (Arthur Asa Berger, 2000).
”Semiologi” berasal dari dua kata Yunani, semeion dan logos. Semeion
berati ”tanda” dan logos berarti ”kisah” (Malcolm Barnard. 1996: 115).
Jadi ”semiologi” adalah ilmu atau catatan tentang tanda, seperti halnya
”biologi” adalah imu tentang makhluk hidup dan ”sosiologi” merupakan
ilmu tentang masyarakat. Awalnya, semiologi adalah ilmu yang
dikembangkan dalam bidang bahasa. Namun dalam perkembangannya semiologi
masuk akhirnya masuk dalam semua segi kehidupan manusia dan digunakan
untuk meneliti fenomena komunikasi. Ferdinand de Saussure (1857-1913)
merupakan seorang ilmuwan yang menemukan tidak hanya ilmu bahasa (linguistics), tetapi
juga apa yang disebut sebagai “semiologi”. Menurutnya semiologi
berkaitan dengan apa yang memunculkan tanda dan hokum-hukum yang
mengatur berkajanya sebuah tanda. Lebih jauh Saussure menyatakan bahwa :
It is… possible to conceive of a science which studies the role
of signs as part of social life. It would form part of social
psychology, and hence of general psychology. We shall call it semiology
(from the Greek semeĆ®on, ‘sign’). It would investigate the nature of
signs and the laws governing them. Since it does not yet exist, one
cannot say for certain that it will exist. But it has a right to exist, a
place ready for it in advance. Linguistics is only one branch of this
general science. The laws which semiology will discover will be laws
applicable in linguistics, and linguistics will thus be assigned to a
clearly defined place in the field of human knowledge. (Saussure 1983, 15-16; Saussure 1974, 16)
Selain Saussure tokoh penting yang ada dibalik pengembangan ilmu ini
adalah Cahrles Sanders Pierce (1839-1914), juga Charles William Morris
(1901-1979), yang mengembangkan semiotika behavioris. Sementara itu
teori-teori semiologi modern banyak dikembangkan oleh Roland Barthes
(1915-1980), Algirdas Greimas (1917-1922), Yuri Lotman (1922-1993),
Christian Metz (1931-1993), (Umberto Eco 1932- ) serta Julia Kristeva
(1941- )
Dalam literatur, berkaitan dengan ilmu tentang tanda terdapat dua istilah yang akhirnya diterima sebagai sinonim, yaitu kata semiotics dan
semiologi. Kedua kata ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasi
adanya dua tradisi semiotika. Istilah semiotika adalah sebuah istilah
yang diperkenalkan oleh seorang filosof Amerika Charles Sanders Pierce
(1839-1914) istilah ini kemudian menjadi istilah yang dominan dalam
kajian tentang tanda. Sementara itu, Ferdinand de Saussure (1857-1913)
seorang Linguis Swiss menggunakan istilah ‘semiology’. Kedua istilah ini
memiliki beberapa perbedaan, meskipun keduanya berminat terhadap kajian
tentang tanda. (Lihat. Arthur Asa Berger. 1998 : 3-5) kata semiotika
kemudian diterima sebagai sinonim dari kata “semiologi’.
Semiologi menegaskan bahwa manusia tidak berkomunikasi secara
langsung, seperti lewat sarana telepati, komunikasi manusia melibatkan
sesuatu untuk merepresentasikan atau (setidaknya) menyajikan sesuatu
dengan menggunakan tanda. (Malcolm Barnard. 1996: 116). Menurut John
Fiske (1990 : 60) semiologi memiliki tiga bidang studi utama :
- tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda
yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan
makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang
menggunakanya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami
dalam artian menausia yang menggunakannya.
- Kode atau sistem yang mengorganisasikannya tanda. Studi ini mencakup
cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu
masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitas saluran komunikasi yang
tersedia untuk mentransmisikannya.
- kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya
bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk
keberadaan dan bentuknya sendiri.
Karena itu, menurut Fiske, semiologi memfokuskan perhatiannya
terutama teks. Berbeda dengan model-model proses linier yang tidak ban
yak memeberi perhatian pada teks. Disamping itu semiologi, penerima atau
pembaca, dipandang memainkan peran yang lebih aktif, karena itu
pembacaan sebuah tanda dalam semiologi sangat ditentukan oleh pengalaman
kultural pembacanya. Pembaca (penonton) membantu menciptakan makna teks
dengan membawa pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut.
Tanda menurut Saussure adalah kombinasi dari sebuah konsep dan citra-bunyi (sound-image), sebuah kombinasi yang tidak bisa dipisahkan. Saussure menyebut hubungan ini dengan signifier (penanda) yang terdiri dari aspek citra-bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan signified (petanda) gambaran mental atau konsep dimana citra-bunyi itu disandarkan (dan signified (petanda). Hubungan diantara signifier dan signified bersifat arbitrer, tidak termotivasi dan tidak alamiah. Tidak ada logika yangmenghubungkan antara sebuah kata dan konsep atau signifier dan signified.
(Berger, 1998: 6; Alex sobur, 2002). Kedua unsur ini seperti kedua sisi
mata uang. Kita tidak dapat memisahkan antara penanda dan petanda dari
tanda itu sendiri. Penanda atau petanda membentuk tanda. Hubungan antara
signifer dan signified dinamakan signification. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia (John Fiske, 1990: 44).
Hubungan antara signifier dan signified bersifat
arbitrer (mana suka) dan hanya berdasar pada konvensi, kesepakatanatau
pengaturan dari pemakai kultur tersebut. Karena bersifat arbitrer, makna
penanda harus dipelajari. Didalamnya terdapat struktur atau kode yang
untuk membantu menafsirkan makna. Dalam pandangan Saussure, makna tanda
sangat dipengaruhi olhe hubungannya dengan tanda-tanda yang lainnya
(John Fiske, 1990).
Semiologi biasanya bekerja dalam analisis teks, meskipun semiologi
memiliki jangakauan yang lebih luas daripada sekedar analisis teks.
Perlu dicatat disini, bahwa sebuah ‘teks’ hanya dapat eksis melalui
sebuah media, verbal dan non-verbal, atau gabungan dari keduanya,
meskipun terjadi bias logosentik dalam pembedaan ini. Istilah ‘teks’
biasanya merujuk kepada sebuah pesan yang terekam melalui berbagai cara
(seperti tulisan, rekaman audio ataupun video) yang secara fisik
tergantung pada pengirim atau penerimanya. Sebuah teks adalah sekumpulan
tanda (seperti kata, citra, suara ataupun gestur) yang dikonstruksi
(atau dinterpretasi) melalui konvensi yang dihubungkan dengan sebuah
genre dan dalam sebuah media komunikasi tertentu.
Analisis semiologi biasanya diterapkan pada citra atau teks visual.
Metode ini melibatkan pernyataan dalam kata-kata tentang bagaimana citra
bekerja, dengan mengaitkan mereka pada struktur ideologis yang
mengorganisasi makna. Semiologi telah diaplikasikan pada kajian
fotografi, iklan, perbelanjaan maupun fashion. (Jone Stokes, 2003: 78).